Home » Balai-balai » Memaknai Kewarganegaraan Menembus Kebuntuan

Memaknai Kewarganegaraan Menembus Kebuntuan

SATUNAMA, Yogyakarta.  Menjabat direktur dan manajer di suatu organisasi bukan berarti berhenti belajar.  Pelatihan, sebagai salah satu cara belajar, justru menjadi ruang refleksi dan berbagi untuk menguatkan organisasi.  Itulah yang terjadi akhir Januari 2014 lalu di Balai Latihan SATUNAMA: 28 orang dari 18 organisasi ‘menduduki’ Kelas Besar Kompleks SATUNAMA.  Mereka adalah organisasi-organisasi mitra kerja HIV Cooperation Programme for Indonesia (HCPI) – sebuah proyek dukungan yang didanai oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan bersama Australian Aid (AUSAID) – terutama untuk kelompok pengguna narkoba suntik (penasun).

Pelatihan bertajuk “Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pimpinan Organisasi Masyarakat Sipil” ini secara khusus dirancang untuk organisasi-organisasi mitra HCPI, mengadopsi model Pendidikan Kewarganegaraan yang selama ini dilakukan SATUNAMA.  Agar betul-betul menjawab kebutuhan, sejak September 2013, rancangan pelatihan disiapkan dengan diskusi bersama Venus Eleonora, National Technical Officer – Injecting Drug Users HCPI, maupun dengan training need assessment yang melibatkan seluruh calon peserta.

Pelatihan ini dimaksudkan untuk menjawab kegelisahan para mitra HCPI mengenai masa depan mereka, terutama terkait dengan keberlangsungan organisasi mereka, khususnya dalam pendanaan berhubung HCPI akan mengakhiri karyanya di Indonesia pada tahun 2015. Mereka menyadari bahwa sebagian besar sumber dana mereka (sekitar 70%) berasal dari dana internasional, terutama bantuan HCPI. Berhentinya kehadiran HCPI di Indonesia tentu sangat mempengaruhi pendanaan mereka. Oleh karena itu, mereka merasa bahwa untuk menutup dana yang sekarang diberikan oleh HCPI, mereka harus mendapatkannya dari lembaga-lembaga dana Internasional yang lain.

Namun, mereka menyadari tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengakses dana tersebut. Apalagi mereka juga melihat bahwa ketersediaan dana tersebut sangat erat terkait dengan sistem dan struktur ekonomi dan politik internasional. Maka untuk dapat membaca keberadaan dana tersebut, mereka perlu mempunyai kemampuan untuk membaca perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia, sehingga mereka dapat mengidentifikasi tempat sumber dana yang dapat diakses. Selanjutnya, untuk dapat mengakses dana yang tersedia, mereka pun juga tahu bahwa mereka harus mempunyai daya tawar yang memadai berdasarkan kapasitas lembaga mereka.

Wujudnya, selama tujuh hari para peserta diajak untuk berziarah mulai dari lingkup terkecil – diri sendiri – hingga lingkup global.  Dipandu oleh Dr. P. Hardono Hadi, fasilitator senior Balai, penziarahan itu dituangkan dalam topik-topik Refleksi Komitmen Kebangsaan, Analisis Diri, Analisis Sosial, Analisis Program, Analisis Kekuasaan, Manajemen Pengembangan Organisasi, Lobby dan Negosiasi, dan Refleksi Kemanusiaan.  Pelatihan menghadirkan Dr. Emanuel Subangun (Alocita), Budi Susilo (Pimpinan SATUNAMA), dan Y. Dian Indraswari (Filantropi Indonesia) sebagai narasumber.

Alhasil, dengan bernas salah seorang peserta mengungkapkan, “Dengan pelatihan Civic Education for Civil Society Organization Leaders secara umum mengingatkan kembali arti kewarganegaraan, bahwa apapun yang kita lakukan untuk kerja kemanusiaan adalah wujud tanggungjawab kita sebagai warga negara dan sebuah gerakan sosial.”

Eny Setyaningsih


Leave a comment

Your email address will not be published.